Kala Hasil Pilpres AS 2020 Bikin Dunia Tegang dan Tidak Sabar
Peristiwa Pemilihan presiden AS 2020 sudah berjalan. Sekarang gantian menunggu hasil perhitungan suara, untuk tentukan siapa juaranya: Donald Trump atau Joe Biden.
masyarakat indonesia menjadi member
Laporan VOA Indonesia yang diambil Kamis (5/11/2020) menyebutkan, beberapa pimpinan dunia biasanya mengendalikan diri tidak untuk memberi komentar satu hari sesudah peristiwa acara pesta demokrasi AS diadakan atau untuk Rabu 4 November, mengenai hasil pilpres di Amerika.
Mereka cenderung pilih untuk menanti hasil tentu. Tapi hasil pengambilan suara selama ini yang memperlihatkan ada polarisasi di Amerika serta diperebutkan secara ketat, hal tersebut sudah memacu kecemasan di luar negeri jika perpecahan tajam serta perselisihan intern di negara adidaya ini kemungkinan berjalan lama sesudah juara dipublikasikan.
Ada pula cemoohan dari Rusia, Afrika serta beberapa negara lain jika pemilu di Amerika ini memperlihatkan jika demokrasi Amerika tidak prima. Tetapi, banyak pula kelompok yang memprediksi seluruh akan usai serta mengingatkan jika hasilnya kemungkinan tidak selekasnya dijumpai.
Dari mobil Ford Mode T yang keluar dari lajur perakitan cuman dalam 90 menit sampai service 60 detik untuk pesanan burger, Amerika Serikat mempunyai peran besar dalam jadikan dunia selaku lokasi yang inginkan segala hal serba cepat, sempurna serta haus akan kepuasan instant.
Bermacam Proses dari Luar Negeri
Demikian juga dengan reaksi bermacam faksi di luar negeri mengenai belum dipublikasikannya hasil pilpres Amerika yang biasanya menyaratkan ketidaksabaran.
Demikian terjaga di hari Rabu serta mengenali informasi jika juara penyeleksian Amerika kemungkinan tidak dijumpai beberapa jam, beberapa hari atau bahkan juga semakin lama, beberapa ahli memberi bermacam tanggapan serta ramalan terhebat mereka.
Dengan belum ditentukannya juara langsung di antara Presiden Donald Trump serta lawannya Joe Biden, tebak-menebak untuk coba cari tahu siapa yang pada akhirnya memenangi bangku di Gedung Putih, berbeda cepat serta jadi kejadian global. Beberapa pimpinan pemerintah segera untuk terima fakta akan tertundanya hasil penyeleksian serta masyarakat biasa berganti penglihatan, keinginan serta ketakutan lewat bermacam sosial media.
"Saya dengar kemungkinan perlu beberapa lama saat sebelum semua kelar," kata Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso. "Saya tidak paham bagaimana hal tersebut bisa mengubah kita," sambungnya.
Rabu pagi, beberapa orang di pusat perkotaan London bereaksi pada hasil pemilu Amerika. Sebab hasil pemilu AS belum juga tahu, beberapa faksi mengatakan kedukaannya mengenai peluang dipilihnya kembali lagi Trump.
"Secara individu benar-benar berduka. Saya pengin Biden menang. Tetapi silahkan kita saksikan apa yang berlangsung selanjutnya. Saya berpikir ini tetap akan bersambung sejauh minggu ini," kata seorang masyarakat London.
Di Paris, seorang masyarakat Spanyol, Javier Saenz, terheran saat bangun pagi serta mengenali juara pilpres Amerika belum dipublikasikan. "Saya berpikir akan ada hasil yang pasti, serta saya sudah membaca artikel yang lain, tidak ada yang mengetahui siapa yang akan menang. Saya benar-benar kaget dengan itu."
Pemerintahan Prancis di hari Rabu menjelaskan sudah mengulas penyeleksian Amerika serta akan bekerja bersama dengan presiden mana juga yang dipilih.
Jubir pemerintahan Prancis Gabriel Attal menjelaskan penyeleksian itu diulas di pertemuan kabinet harian. "Kami sudah menulis jika perhitungan suara masih berjalan. Prancis, sudah pasti, akan bekerja bersama dengan presiden dipilih."
Saat itu, jubir Peluangelir Jerman Angela Merkel menjelaskan di hari Rabu jika pemerintahan negara itu mempunyai "keyakinan untuk adat demokrasi serta instansi hukum" Amerika.
Steffen Seibert sampaikan pengakuan itu saat ditanyakan oleh beberapa reporter dalam temu jurnalis mengenai hasil pengambilan suara yang terlambat di antara Presiden Donald Trump serta lawannya dari Partai Demokrat Joe Biden.
Petinggi pemerintahan Jerman yang lain, Peter Beyer, yang memegang selaku Koordinator Kerja sama Trans-Atlantik menjelaskan jika Jerman perlu bersabar dengan hasil pemilihan presiden Amerika yang terlambat.
Ia merekomendasikan supaya Eropa mempunyai respon yang serupa bila hasil pemilu usai dengan konflik terlalu lama.
Di Moskow, masyarakat Rusia bereaksi pada penyeleksian Presiden Amerika yang belum ditetapkan hasilnya.
Ivan Timofeev, seorang guru besar di Departemen Teori Politik di Moscow State Institute of International Relations, menjelaskan jika "gejolak ialah normal dalam demokrasi," seperti "penyeleksian yang terpolarisasi."
Ia menambah jika menurut dia Kremlin "siap untuk bekerja bersama dengan presiden mana juga."
"Saya anggap jika Rusia tidak bisa manfaatkan ketidaktetapan dari penangguhan hasil ini, serta saya tidak menyaksikan faedah apa saja untuk Rusia dari ketidaktetapan ini. Saya harus menjelaskan jika kondisi seperti ini ialah hal yang normal untuk demokrasi. Amerika Serikat ialah negara demokrasi tua serta mempunyai lembaga yang konstan. Konflik itu normal saja untuk demokrasi, dan normal untuk demokrasi untuk alami penyeleksian yang terpolarisasi," katanya.